(Hampir) Bermimpi ke Jepang

Mimpi absurd tadi malam masih membuat saya mbatin. Ceritanya kurang lebih seperti ini. Entah dimana tempat saya tinggal. Yang jelas didekat rumah ada teman kecil saya yang di dunia nyata sudah lama tak ketemu muka, Iyan namanya. Ada juga kenalan anak magang dari Jepang (mimpi yang aneh, orang Jepang magang di Indonesia? Tidak terbalik?), sebut saja namanya Moto, dari nama lengkap Ajinomoto. Moto mau ke Jepang, sekadar mudik, saya pun diajaknya, sekadar jalan-jalan. Moto memberi saya uang yang banyak sebagai uang saku dan tiket pulang-pergi, tanda keseriusannya mengajak saya. Awalnya saya ogah-ogahan karena banyak yang mesti diurus kalau mau ke Jepang. Tapi, tiba-tiba muncul sosok Iyan yang mau ikut juga. Iyan kemudian merengek agar saya menetapkan hati untuk ikut. Soal passport, bisa diurus di Bandara, tiba masa tiba akal, yang penting ke Jepang, kata Iyan. Ingin menjaga persahabatan, saya akhirnya luluh dan mau ikut ke Jepang., walaupun pengurusan passport sepertinya diluar batas logika.

Singkat kata, saya mencari passport lama yang seingat saya tersimpan rapi di lemari. Walaupun sudah tergunting karena kadaluwarsa (betul-betul mimpi absurd, mana ada passport yang digunting seperti buku tabungan yang sudah penuh?). Lama mencari hingga manjat-manjat lemari, saya tidak menemukan passport tersebut. Saya menyerah dan mengikuti saran Iyan untuk mengurus passport di bandara saat mau naik pesawat. Moto dan Iyan begitu senang saat saya memutuskan untuk ikut.

Hari keberangkatan tiba. Kami menunggu bus yang akan mengantar kami ke bandara. Tapi sepertinya ada masalah karena bus yang ditunggu tidak dating. Enam jam menunggu, akhirnya bus yang ditunggu tiba. Enam jam terlambat tentu saja membuat kami khawatir ketinggalan pesawa. Tapi belum juga naik ke bus, saya terbangun, ternyata sudah subuh. Itulah mengapa saya memberi judul postingan ini dengan kata hampir. Menyedihkan sekali, belum sempat menginjakkan kaki di Jepang —bahkan naik pesawat pun belum, mimpi itu akhirnya harus dihentikan dengan segera.

Mimpi tidak jelas seperti ini kadang saya alami, di negeri antah berantah, di masa yang tidak diketahui, bertemu orang-orang absurd dengan kejadian tak kalah absurdnya. Memang mimpi hanyalah bunga tidur, namun saya piker itu adalah representasi dari pikiran alam bawah sadar kita yang memang mau hal demikian terjadi. Itulah mungkin yang disebut mimpi indah. Mungkin sesaat sebelum tidur saya melihat iklan piala konfederasi antara Italia dan Jepang yang akan tayang di pagi hari. Mungkin juga karena saya kangen akan suasana Jepang, seperti yang terjadi tepat dua tahun yang lalu.

Namun soal passport dan tetek bengek urusan administrasi menjuju ke Jepang seolah semuanya ternafikan di alam mimpi. Masih terbayang repotnya dua tahun lalu saat mengurus segala sesuatunya (termasuk passport) hanya untuk menginjak Negara Jepang. Itupun tak serta-merta bisa langsung terbang ke Tokyo dari Makassar karena harus transit dan mengurus izin dulu di Jakarta. Itu soal pengurusan hal-hal besar, belum lagi mengurus hal kecil seperti mencari colokan internasional karena colokan Indonesia dan Jepang konon berbedan, belum mempersiapkan bekal makanan berupa lauk tahan lama karena konon susah mendapatkan makanan halal disana, hingga mengurus packingan celana jeans dan celana dalam yang harus terbeli karena masih bingung bagaimana soal cuci pakaian disana. Mimpi tadi malam betul-betul indah karena tidak dipusingi semua itu, sebelum akhirnya dihancurkan oleh yang namanya terbangun.

Nishihara Street

Mungkin demikian, saya rindu ke Jepang lagi, akhirnya hanya bisa hampir bermimpi kesana, tadi malam.

2 thoughts on “(Hampir) Bermimpi ke Jepang

  1. dating, pesawa, piker, menjuju, berbedan.

    Well, saya juga sering mimpi yang aneh semacam itu. Di saat kita lagi senang-senangnya kita malah terbangun, mau lanjut tidur untuk lanjut mimpi sudah tak bisa. Atau kalaupun tidur lagi dan berharap mimpinya berlanjut, ada semacam modifikasi antara nyata dan maya, antara sadar dan tidak sadar.

Leave a comment